Adzan Buruk dan Nonmuslim

Waktu subuh tiba. Suara adzan melengking keras bersaut-sautan antara satu masjid dengan masjid lainnya. Tak terkecuali masjid yang berada di sebelah rumah Jon, yang hanya berjarak kurang tiga meter. Antara masjid dan rumah Jon hanya dipisahkan jalan setapak.

Karena itu tiap adzan berkumandang, bisa dipastikan Jon dan tetangga sebelahnya adalah orang terdekat pertama yang mendengar adzan tersebut. Namun pagi itu, tak seperti biasanya, Jon tampak kesal. Sebab tidurnya terganggu oleh suara adzan ala kadarnya yang menohok telinga.

Usut punya usut, ternyata Jon baru saja tidur sepulang dari melaut. Apalagi, hasil tangkapan ikan semalam nihil. Karena merasa tidurnya terusik, setelah salat jemaah subuh selesai, dengan membawa parang, ia menemui ta'mir masjid dan mencari sang muazdin.

Sang ta’mir panik. Wajahnya tampak pucat. Kaki dan tangannya gemetar melihat parang yang dibawa Jon. Untuk meredamnya, ia meminta Jon bersabar dan ngomong baik-baik. Tapi Jon masih tetap tidak terima. Ia ingin segara menebas leher sang muadzin.

Tak berselang lama, datanglah Pak Rais,  imam masjid. Entah dengan pendekatan apa, Pak Rais bisa meredam kemarahan Jon. Akhirnya, Jon pulang dan tak jadi menebas leher sang muadzin. Sesampai di rumah, tanpa salat subuh, ia melanjutkan tidurnya.

Tak ingin kejadian itu terulang, suatu hari dalam khatbah jumatnya, di hadapan puluhan jamaah termasuk muadzin yang pernah punya masalah dengan Jon, Pak Rais bercerita tentang orang nonmuslim yang merasa senang dan berterima kasih kepada seorang muadzin.

Alkisah ada seorang muadzin yang suaranya buruk tapi dia paling bersemangat adzan. Orang-orang di sekitarnya merasa terganggu dengan suara adzannya. Salah seorang dari mereka mengingatkan, “Kalau suaramu jelak, lebih baik nggak usah adzan. Malu di dengar sama orang nonmuslim."

Sang muadzin tak terima dengan ucapan kawannya itu dan kemudian berkata, "Adzan kan baik, kenapa kalian melarangku!" Beberapa hari kemudian, kawannya yang mengingatkan tadi didatangi oleh salah seorang nonmuslim yang rumahnya tak jauh dari masjid.

“Di manakah rumah sang muadzin yang biasa adzan itu?” tanya orang itu. “Kenapa kamu mencarinya?” tanya balik kawannya. Kemudian orang nonmuslim itu melanjutkan, “Saya mau mengucapkan terima kasih dan memberikan hadiah kepadanya.”

Kawannya tadi heran, kenapa orang itu hendak berterima kasih dan mau memberikan hadiah kepada muadzin yang suaranya jelek itu. Akhirnya, kawannya itu memberanikan diri bertanya, “Kalau boleh tau, kenapa anda berterima kasih dan mau memberikan hadiah?”Tanpa basa-basi orang itu menjelaskan. 

Beberapa hari belakangan ini, ia tidak bisa tidur memikirkan anak perempuannya yang berencana menikahi laki-laki muslim. Ia tinggal bersama pamannya. Tapi kemarin dia datang ke rumah untuk meminta restu. Saat bermalam di rumahnya, tiba-tiba anaknya memutuskan tidak jadi menikah setelah mendengarkan suara adzan sang muadzin yang buruk itu.

*) tulisan ini terinspirasi kisah yang dituturkan Jalaluddin Rumi

0 comments

Leave a Reply