Nietzsche dan Mbah Kowi

"Itu tidur atau latihan mati!"

Di suatu pagi yang cerah, orang gila dengan menyalakan lentera berlari ke tengah-tengah kerumunan orang di pasar dan tanpa henti-hentinya berteriak, “Aku mencari Tuhan!” Seketika itu juga orang yang berada di sekelilingnya pada tertawa.

Salah seorang dari mereka iseng bertanya, “Kenapa, apakah Tuhan tersesat? Apakah ia tidak tahu jalan seperti anak kecil? Ataukah ia bersembunyi? Takut sama kita? Apakah ia lagi berpergian?” Kemudian orang gila itu meloncat ke tengah-tengah mereka dan memandang mereka dengan tatapan tajam.

“Kemana Tuhan?” Orang gila itu kembali berteriak. “Kubilang kepada kalian, kita sudah membunuhnya. Semua kita adalah pembunuhnya. Belumkah kita mencium bau jenazah Tuhan membusuk? Tuhan-Tuhan juga busuk. Tuhan sudah mati. Tuhan akan tetep mati. Dan kita sudah membunuhnya.”

Demikan kisah kematian Tuhan-yang sangat emisonal ini- dituturkan Freidrich Nietzsche. Filosof yang di penghujung hidupnya gila itu boleh disebut semacam ateis, bukan ateis yang mengingkari keberadaan Tuhan, tetapi ateis yang melihat Tuhan sebagai musuh kebebasan dan penentu moralitas. Dengan membunuh Tuhan, baginya, manusia memperoleh kebebesan untuk memperoleh nilai, memilih baik dan buruk.

Sama halnya dengan Nietzsche, Mbah Kowi, orang "gila" di kampung halamanku itu, juga memposisikan dirinya seperti halnya penulis buku Thus Spoke Zarathustra itu. Namun, bila Nietzsche beteriak dengan lantang mendemonstrasikan bahwa Tuhan sudah mati, maka lain ceritanya dengannya.

Ia hanyalah orang "gila" yang sering melontarkan kritik dan sindiran terkadang juga lulucon terhadap apa yang ia lihat dan rasakan kepada orang yang berada di sekelilingnya. Namun begitu, perkataan yang keluar dari mulutnya terkadang jauh lebih bijak dan lebih rasional daripada orang normal pada umumnya.

Pernah dalam suatu malam, dia berjalan santai di depan anak-anak muda yang sedang asyik ngopi di sebuah warkop tak jauh dari rumahnya. Dengan berpakaian khasnya; bersarung dan berpeci warna hitam, ia ngoceh sendirian.

“Aku ini biasa tidur jam 12 malam, terkadang jam satu. Bangunku jam tiga, mengantarkan jajan. Tapi kok ada orang yang tidut jam 9 malam, ada yang Dhuhur, kadang ya Ashar baru bangun, Itu tidur atau latihan mati!” Nyeletuk mbah Kowi di keramaian anak-anak yang sedang ngopi.

Sontak anak-anak yang mendengar ocehannya pada tertawa terpingkal-pingkal. “Kacung Kowi 2x…” kata salah seorang anak muda. “Ini sekedar guyonan atau sindiran!"

0 comments

Leave a Reply