Mbah Tik, Warga Tionghoa Pewakaf Tanah Masjid Al-amin

Arah jarum jam masih menunjuk angka tiga pagi. Namun suara adzan dari speaker salah satu masjid di Bulu terdengar melengking begitu keras. Sontak sebagian warga terbagun keheranan mempertanyakan maksud adzan tersebut karena waktu Subuh belum tiba.

Merasa ada yang janggal, warga mulai mencari tahu apa yang terjadi dengan adzan tadi. Setelah ada penjelasan dari warga lain melalui mulut ke mulut, tersiarlah kabar bahwa itu adalah adzan awal yang dilakukan ta'mir Masjid Al-amin, sebagai penanda waktu Subuh akan segera masuk. Peristiwa yang sempat menghebohkan warga itu terjadi pada 2012.

Sejak itu adzan awal telah menjadi identitas baru untuk Masjid Al-amin. Identitas itu menambah panjang deretan identitas-identitas lain yang sudah melekat sebelumnya. Namun, di antara sejumlah identitas itu, terselip sebuah ironi yang dinafikan oleh sebagian orang Islam Bulu. Yaitu peran besar salah seorang warga Tionghoa terhadap berdirinya masjid yang dikenal sangat plural tersebut.

Menurut sejarawan muda Bulu, Erfan Djawawi, berdirinya masjid yang berada di pinggir Jalan Pasar Layur itu tak lepas dari jasa besar Mbah Tik, salah seorang warga Tionghoa Bulu. Dia adalah non-muslim yang mewakafkan tanah miliknya ke Desa Banjarjo untuk didirikan masjid. "Tanah itu milik Mbah Tik seorang Tionghoa," katanya, Selasa, 7 Oktober 2014.

Mbah Tik adalah saudara dari Sin Cang, atau ipar dari Lentera. Mbah Tik beristrikan orang Islam bernama Mbah Mur, perempuan dari Desa Muruni, Jatirogo. Suami-istri ini tak memiliki anak. Karena itu mereka berdua mengambil anak pungut dari keponakan pihak istri bernama Sukarti atau akrab dipanggil Yuk Tik.

Lama setelah Mbah Tik meninggal, dua rumah dan satu pekarangan (lurung) peninggalan Mbah Tik ditempati istrinya. "Sedangkan Sin Cang tak mengambil untuk mewarisi itu, padahal milik saudaranya. Apa mungkin karena tidak ada ajaran waris seperti itu di Tionghoa," Erfan mempertanyakan.

Kemudian oleh Mba Mur, tanah pekarangan atau lurung diwakafkan ke pihak desa untuk didirikan masjid. "Waktu itu Kaur Kesra (kamituwo) Kusnan yang menerima wakaf tersebut sebagai penanggung jawab kepala desa karena petinggi sudah meninggal dan belum ada pemilihan," jelasnya.

"Maka sejak itu berdirilah Masjid Al-amin yang dibanggakan itu," ujarnya sembari mengingatkan kepada sebagian orang Islam di Bulu untuk tidak menafikan dan mempertanyakan kebajikan yang telah dilakukan warga Tionghoa setempat.  NUR HADI

0 comments

Leave a Reply