Lebaran yang Mencekam

KERUSUHAN JANUARI 1998 - Sorak-sorai serta pekikan brutal massa pada malam takbiran Idul Fitri Januari 1998 itu tak membuat Mari beranjak dari tempatnya. Pemuda itu masih meneruskan menulis daftar nama fakir miskin penerima zakat fitrah dan zakat mal di teras Masjid Al-Amin ketika massa sedang melintas.

Alasannya, “Karena sehari sebelumnya saya mengetahui kerusuhan itu telah terjadi di Kragan dan Sarang,” ujar Mari, 45 tahun, bukan nama sebenarnya, menceritakan kembali kerusuhan 16 tahun silam itu kepada Darsono dari Seputar mBulu, Senin, 26 Mei 2014.

Dirinya sebelumnya sudah menduga kerusuhan bakal pecah. Dugaannya pun terbukti. Bersamaan dengan kumandang takbir, ratusan pemuda di Bulu melakukan pengerusakan sejumlah toko dan rumah milik warga etnis Tionghoa.

Dari penelusuran Seputar mBulu, sehari sebelumnya memang telah terjadi kerusuhan secara beruntun di sejumlah daerah di pesisir Kabupaten Rembang. Di Kragan, kerusuhan terjadi menjelang tengah malam, 27 Januari 1998. Disusul di Sluke pada pagi hari sekitar pukul 09.00-12.00 dan di Sarang pada malam harinya. Akibat kerusuhan tersebut, tak kurang 20 toko dan sebuah gereja dirusak massa.

Mari hanyalah salah satu pemuda Al-Amin- kelompok pemuda yang berada di sekitar Masjid Al-Amin-yang tak terprovokasi massa. Sementara massa sebagian besar berasal dari dua kelompak pemuda dari Desa Banjarjo, yaitu pemuda Al-Amin dan Karang Torak.

Mari mengakui pemuda Al-Amin ikut andil dalam kerusuhan tersebut. “Bagaimana tidak ikut, wong gerakan tersebut bersifat spontanitas,” katanya. “Bagaimana tidak ikut andil, lah wong kejadian itu berada di depan mata dan juga di tengah-tengah kampung.”

Meski begitu, pria yang hingga kini masih melajang itu menduga ada skenario yang tertata rapi di belakang kerusuhan yang sempat menjadi berita nasional tersebut. Hal itu diperkuat dengan kesaksian sejumlah warga yang melihat sejumlah orang bersepatu yang tak dikenal di tengah-tengah massa.

”Setelah sampai pengerusakan dimulai, ada yang melihat terselip seseorang yang tak dikenal turut di tengah-tengah. Tak tahu siapa dia tapi bersepatu,” ujar sejarawan Bulu, Erfan Djawawi, dalam sebuah catatan berjudul “Malam Kelabu Januari 98”.

Beberapa hari setelah kejadian, cerita Mari, pemuda yang terlibat dalam pengerusakan, termasuk pemuda Al-Amin, pada melarikan diri ke sejumlah daerah di Jawa Tengah. Sehingga suasana lebaran di sekitar Masjid Al-Amin dan Bulu secara umum berbuah menjadi mencekam.

“Setiap malam suara ‘kropyak’ dari senapan milik aparat yang membentur bak mobil militer ketika melewati polisi tidur (di samping Masjid Al-Amin) menjadi semacam ringtones di kusunyian malam,” ucap pria bertubuh kurus ini mengenang kembali suasana saat itu.

Sementara pasca-kerusuhan, sebanyak lima pelaku yang diduga ikut pengerusakan ditangkap aparat. Yaitu empat pemuda Al-Amin dan satu pemuda Karang Torak. Namun setelah diperiksa, hanya dua pelaku yang terbukti terlibat. Mereka adalah almarhum WJ dan BNT. Ketiga lainnya, SB, STB, dan JK, hanya dimintai keterangan. (jon/wak)

0 comments

Leave a Reply