Permainan Adu Jangkrik Masih Lestari

Seputar mBulu - Di tengah ancaman permainan modern, salah satu permainan rakyat di Bulu yang hingga kini masih lestari adalah adu jangkrik. Permainan yang banyak digemari anak-anak itu mulai ramai sejak sebulan terakhir.

Sebagian dari mereka mendapatkan jangkrik dengan mencari sendiri di ladang atau sawah pada siang hari (nginjer). Namun ada juga yang membeli dari seorang pedagang dengan harga sekitar Rp 500 per ekor tergantung jenis dan kondisi jangkrik.

"Kalau dijual ke anak-anak umur 13 tahunan ke bawah, satu ekor jangkrik dihargai Rp 500," ujar Andik, warga setempat, saat dihubungi Seputar mBulu, Minggu, 14 September 2014. Selain diadu, suara jangkrik yang nyaring juga dibuat menakut-nakuti tikus.

Sejarah adu jangkrik

Menurut buku Permainan Tradisional Indonesia, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998), permainan adu jangkrik biasanya muncul secara musiman, khususnya pada musim gadon yaitu saat sawah ditanami palawija untuk menyelingi tanaman padi.

Selain itu, menurut Denys Lombard, penulis buku "Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 2, Jaringan Asia", adu jangkrik bukan hanya kegemaran khas masyarakat Jawa namun juga di kalangan orang Tionghoa dan kemudian kaum peranakan menyebarkannya.

Di Tiongkok, tradisi adu jangkrik telah berusia hampir 1000 tahun. Dalam melastarikan tradisi tersebut, rakyat Tiongkok menggelar kompetisi adu jangkrik. Terakhir, mereka menggelar kompetisi pada September tahun lalu. (wak | Majalah Historia Edisi Februari 2014 | Reuters )

1 comments

  1. This comment has been removed by the author.

Leave a Reply