seputarmbulu.blogspot.com - Pernyataan pemerhati pendidikan Mohammad Bisyrul Jawwad bahwa kalau dengan les anak bisa jadi lebih pintar mengapa sistem sekolah tidak diubah menjadi seperti les-lesan (Seputar mBulu, 6 Maret 2014), mendapat tanggapan dari Sri Ningsih, salah satu guru SD Muhammadiyah 1 Bancar.
Menurutnya, kalau dibuat seperti les-lesan kenapa harus sekolah. Kenapa tidak ikut kejar paket saja, lebih hemat waktu dan biaya. "Dunia pendidikan itu sudah mikir, pemerintah dan guru sudah bekerja sama untuk menciptakan anak didik yang intelek dan berakhlakul karimah,” ujarnya kepada Seputar mBulu, Jumat (7/3).
Untuk menciptakan anak didik yang intelek dan berakhlakul karimah, kata Sri, makanya ada pendidikan karakter. “Ada 18 karakter yang harus diamalkan oleh peserta didik setelah dan selama pendidikan, seperti tanggung jawab, kerja sama, beriman, bersyukur dll,” ungkapnya.
Untuk di les-lesan, lanjut Sri, itu hanya ilmu kognitifnya saja. “Dalam penerapan afektif, guru tetap berperan. Karena bagaimanapun juga, sikap itu butuh sosok miniatur. Jadi di sini dalam dunia pendidikan guru bukan sekedar transfer ilmu, tapi juga menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak didiknya,” tuturnya.
Sementara itu Sri menolak anggapan bahwa anak yang ikut les privat karena kurang fokus saat di sekolah. “Di sekolah itu guru sudah memberikan semaksimal mungkin, bahkan memberikan jam khusus bagi anak-anak yang belum mencapai KKM,” ujarnya.
Menurut Sri, kerja sama orangtua dengan guru diperlukan. Ketika di rumah seharusnya orangtua juga memantau perkembangan anak. Tapi kalau belajar anak dileskan, tanpa didampingi orang tua, maka sudah otomatis orangtua tidak tahu persis perkembangan anak.
“Tahunya hasil jadi dirapot anak. Padahal prestasi anak tidak hanya diukur dari nilai saja. Tetapi sikap dan sifat juga harus diutamakan,” katanya. Sri menengarai, orangtua yang mengikutsertakan les anaknya karena sibuk atau memang ada keterbatasan yang lainnya.
“Yang jelas guru tidak mengharuskan les. Guru lebih mengutamakan anak belajar dengan orangtuanya. Tetapi kita sebagai guru hanya bisa memberikan arahan, semua tergantung pada orangtua,” terangnya.
Sri juga memaklumi kekhawatiran orangtua terhadap prestasi anaknya sehingga perlu mengikutkan anaknya les. “Orangtua yang mengikutkan anaknya les, mungkin khawatir kalau anaknya tertinggal dengan anak yang lain. Ini sah-sah saja karena setiap orangtua mengiginkan yang terbaik bagi anaknya,” pungkasnya. (wak)
Menurutnya, kalau dibuat seperti les-lesan kenapa harus sekolah. Kenapa tidak ikut kejar paket saja, lebih hemat waktu dan biaya. "Dunia pendidikan itu sudah mikir, pemerintah dan guru sudah bekerja sama untuk menciptakan anak didik yang intelek dan berakhlakul karimah,” ujarnya kepada Seputar mBulu, Jumat (7/3).
Untuk menciptakan anak didik yang intelek dan berakhlakul karimah, kata Sri, makanya ada pendidikan karakter. “Ada 18 karakter yang harus diamalkan oleh peserta didik setelah dan selama pendidikan, seperti tanggung jawab, kerja sama, beriman, bersyukur dll,” ungkapnya.
Untuk di les-lesan, lanjut Sri, itu hanya ilmu kognitifnya saja. “Dalam penerapan afektif, guru tetap berperan. Karena bagaimanapun juga, sikap itu butuh sosok miniatur. Jadi di sini dalam dunia pendidikan guru bukan sekedar transfer ilmu, tapi juga menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak didiknya,” tuturnya.
Sementara itu Sri menolak anggapan bahwa anak yang ikut les privat karena kurang fokus saat di sekolah. “Di sekolah itu guru sudah memberikan semaksimal mungkin, bahkan memberikan jam khusus bagi anak-anak yang belum mencapai KKM,” ujarnya.
Menurut Sri, kerja sama orangtua dengan guru diperlukan. Ketika di rumah seharusnya orangtua juga memantau perkembangan anak. Tapi kalau belajar anak dileskan, tanpa didampingi orang tua, maka sudah otomatis orangtua tidak tahu persis perkembangan anak.
“Tahunya hasil jadi dirapot anak. Padahal prestasi anak tidak hanya diukur dari nilai saja. Tetapi sikap dan sifat juga harus diutamakan,” katanya. Sri menengarai, orangtua yang mengikutsertakan les anaknya karena sibuk atau memang ada keterbatasan yang lainnya.
“Yang jelas guru tidak mengharuskan les. Guru lebih mengutamakan anak belajar dengan orangtuanya. Tetapi kita sebagai guru hanya bisa memberikan arahan, semua tergantung pada orangtua,” terangnya.
Sri juga memaklumi kekhawatiran orangtua terhadap prestasi anaknya sehingga perlu mengikutkan anaknya les. “Orangtua yang mengikutkan anaknya les, mungkin khawatir kalau anaknya tertinggal dengan anak yang lain. Ini sah-sah saja karena setiap orangtua mengiginkan yang terbaik bagi anaknya,” pungkasnya. (wak)
0 comments