27 Desember 2013, siapa sangka kalau di hari itu bakal menjadi salah
satu hari yang bersejarah dalam hidup saya, tak pernah terlupakan
sepanjang hayat saya. Hari itu saya bersama 18 anak sahabat alam
menyatukan tekat berangkat kunjungi Raja Jawa (Gunung Semeru) yang
berada di kabupaten Lumajang.
28 Desember 2013,
perjalanan pun dimulai dari pos dasar yakni Ranu Pani, inilah pintu
gerbang untuk sungkem kepada Raja Jawa Semeru, meleweti perkebunan
Kolbis dan Kentang yang miring dan licin akibat bekas air hujan membuat
saya takjub akan pahatan-pahatan tanahyang tak beraturan dan menyatu
menjadi Mahakarya Tuhan, dilapisi dinding kabut yang dingin dan hijaunya
dedaunan di musim hujan waktu itu.
Perjalanan
terbilang santai karena kami membawa dua orang cewek yang mungkin tak
bisa bekerja lebih cepat dari kami para cowok. Saya sempat khawatir
karena dua hari kemarin kawasan Gunung Semeru terus diguyur hujan, meski
selama perjalanan kami ini menuju Ranu Kumbolo belum ada tanda-tanda
hujan akan turun tapi aku tetap berdo’a semogaTuhan merestui perjalanan
kami ini.
Senyum kami terbuka lebar danlelah kami
seakan hilang, dengan cuaca yang cukup cerah kami disajikan hamparan
keindahan Ranu Kumbolo yang berada pada ketinggian 2.390 Mdpl, kabut
yang terbayang-bayang tipis diatas air yang memiliki luas hampir 15
hektar ini berkolaborasi dengan hijau kebiru-biruan airnya membuatku
tercengang, inikah surga yang tercecer dari langit diantara
belahan-belahan dunia ini?.
Cuaca yang mendukung dan suasana yang enak membuat kami harus berhenti dan melewatkan semalam bersama Ranu Kumbolo.
29
Desember 2013, matahari Ranu Kumbolo membangunkanku, menyapa dari
kejahuan, menyadarkan kami dari dinginnya Ranu Kumbolo yang membekap
kami semalaman, ketika matahari mulai terbit tinggi kami bersiap untuk
melanjutkan petualangan, dan ini rintangan pertama bagiku “Tanjakan
Cinta”, mitosnya jika kita melewati tanjakan ini tanpa menengok
kebelakang sambil membayangkan seseorang yang kita cintai maka suatu
saat nanti kita akan mendapatkannya. 50 : 50 itu perasaanku mengenai
mitos tersebut, percaya juga gak percaya, kaki ini mulai melangkah, mata
bekerja sama dengan leher yang terus menatap kedepan demi suatu impian,
jantung yang berdetak semakin kencang, hampir putus asa tapiaku punya
anggapan bahwa Dinda berada di puncak Mahameru, kalau ini saja
akuberhenti maka selamanya aku tidak bisa menemui Dinda. Dengan
anggapanku itu akuberhasil lewati Tanjakan Cinta meski dengan nafas yang
tersendat sendat.
Selanjutnya oro-oro ombo terlewati
dengan mudah, Cemoro Kandang, kupikir bakal semulus oro-oro ombo tapi
ternyata aku salah, jauh lebih menyakitkan dari Tanjakan Cinta, jalan
yang menanjak, menikung dan belum lagi harus melewati banyak pohon-pohon
cemoro yang tumbang menghadang jalan, barulan sampai di Jambangan.
Sampai Kali Mati tak ada rintangan berarti dari Jambangan, tapi Sang
Raja udah terlihat, Mahameru telah tampak.
Kali Mati
menampakkan sosok Mahameru, mataku fokus menatap dimana Dinda berada
disana, tapi nyaliku mulai turun terkesan akan kebesaran dan
ketinggiannya, mungkinkah aku akan berada diatas sana, mungkinkah aku
akan temui Dinda?.
Kami harus tidur lebih awal dan jam
22.00 kami dibangunkan untuk bersiap menapaki menuju Mahameru, melewati
Arcopodo angin bertiup kencang tapi aku tak melihat mendung menyelimuti
perjalanan ini, bintang yang bertaburan dan cuaca yang cerah adalah
bukti bahwa Tuhan Restui kami untuk berdiri diatas Mahameru, mulai masuk
Cemoro Tunggal dan terus menanjak, medan yang sebenarnya akhirnya
tampak juga, berpasir dan berkerikil, kami harus melewati medan ini
sepanjang 1,5 km, dua kali melangkah satu kali terperosok kebawah,
begitu terus sampai ke puncak nanti.
Perjalanan belum
apa-apa tapi kami harus kehilangan dua orang dalam rombongan kami, Iyon
dan Imam, dengan terpaksa Iyon yang sudah pernah berada di Puncak
Mahameru harus mengantar Imam untuk turun kembali ke camp kali mati
akibat tak kuat lagi dengan hawa dingin yang mencekik nyawa kami,
persendihanku terasa goyang dengan hawa dingin yang disajikan oleh
Mahameru.
30 Desember 2013, kami belum juga sampai di
Puncak masih di tengah-tengah sampai matahari mulai bangun, sedikit
sinar mentari membuat kami semangat lagi untuk mendaki, kami saling
ulurkan tangan satu sama lain, saling membantu sampai matahari tampak
jelas dekat dengan kita. Sekitar terlihat kehidupan yang begitu kecil,
tapi samudra awan diatas kami membuatku menyadari bahwa aku memang tak
ada apa-apanya di dunia ini.
Puncak mulai terlihat dan aku
memutuskan untuk keluar dari rombongan kelompokku dan merangkak naik
sendiri menuju puncak, oksigen yang mulai tipis,langkah kaki yang mulai
tersendat, persediaan air mulai habis, bahkan kadangaku merangkan untuk
berjalan lebih tinggi, puncakpun terlihat sekitar 20 meterlagi aku
sampai tapi tenaga ini seperti sudah pada titik penghabisan,
akutergeletak, mungkin inikah akhir dari pendakianku, dari kejahuan
salah seorang kawan berteriak kearahku “Pon, Dinda ada diatas Mahameru”,
aku coba bangun, “Percuma mendaki Semeru kalau tak sampai Mahameru,
hanya orang-orang konyol yang berhenti di tengah jalan”, kakiku mulai
bergerak melangkah lagi, meski kadangaku harus merangkak akan tetap aku
lakukan asal bisa berada di Puncak Mahameru.
Jam 08.00
akhirnya aku berada diantara, Awan, Hembusan angin kencang dan letusan
kawah, aku akhirnya beradadan berdiri di Puncak Mahameru. 3.676 mdpl
akhirnya aku tahlukan, kulihat sekeliling orang-orang sedang
mendokumentasikan pencapaian mereka dan takterlihat Dinda disini, dari
awal aku memang tak percaya Dinda ada diatas Mahameru, itu hanya sebuah
penyemangat tersendiri untukku, kulihat sekeliling meluapkan
kegembiraannya yang luar biasa, ada yang menangis, tertawa, sujud
syukur, misuh bahkan ngompol, itu semua adalah wujud kegembiraan yang
bisa mereka utarakan. Cinta, Impian dan Harapan menuntun kami hingga di
Puncak Tertinggi Raja Jawa Mahameru. Hisyam Noer, 13 Januari 2013
0 comments