Kepala Desa Banci dalam Masyarakat Bayaran

Dimana pun Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dihelat, salah satu isu yang selalu mengemuka dan menjadi perbincangan hangat konstituen (masyarakat) adalah money politic (politik uang) yang dilakukan para calon kepala desa

Tak terkecuali Pilkades yang dilaksanakan di desa Bulu komplek (kecuali Bulu Banjarjo) beberapa hari yang lalu. Dari awal kampanye bahkan jauh sebelumnya, hingga pascapemungutan suara, masih saja masyarakat terus memperbincangkannya.

Seolah seperti menonton tayangan infotaiment murahan, masyarakat pun ikut-ikutan memperguncingkannya. Bahkan, tak jarang menimbulkan fitnah sehingga menimbulkan konflik di antara mereka, baik dari pihak "boto" maupun antarkonstituen sendiri.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah kenapa hal itu selalu terjadi? Saya kira, jawabannya sudah diulas panjang lebar di postingan grup ini beberapa hari terakhir ini, khususnya postingan saudara Khafid Abine Bayu tentang intropeksi pemegang kedualatan serta komentar saudara Wong Bulu, Cak Wad, dan Hisyam Noer.

Tanpa mengesampingkan atau mengabaikan teori dan analisis yang sudah mereka kemukakan, tulisan singkat ini hanya ingin mengajak kita semua flash back (melihat kebelakang) ke Pilkades Desa Bulu Banjarjo lima tahun yang lalu.

Ada apa gerangan dengan Pilkades Desa Bulu Banjarjo lima tahun yang lalu? Bagi masyarakat Bulu komplek khususnya Bulu Banjarjo, Pilkades kala itu setidaknya Pilkades yang bersejarah, yang sayang untuk dilupakan. Pasalnya, satu dari tiga calon yang maju adalah "Begawannya Bulu" (meminjam judul buku Begawan Jadi Capres - Cak Nur atau Nurcholis Madjid).

Dialah Kasrowi atau kita dikenal dengan panggilan Zuhair. Terlepas dari motif  “kalah-menang seng penting gerek” yang belakangan terungkap, Zuhair mengajari masyarakat Bulu tentang berpolitik yang "lanang" (jantan).

Kalau dibaratkan tawuran, Zuhair berani bertengkar tanpa membawa "bolo" (kawan dan tukang pukul bayaran). Sementara kedua calon lainnya, karena tidak percaya diri terhadap kamampuannya sendiri, dengan mengandalkan uang puluhan bahkan ratusan juta, mereka membayar tukang pukul demi menang tawuran.

Soal ada warga yang pada akhirnya diam-diam “botoi” dirinya, baik dari sisi dana maupun moral, itu karena simpati warga sendiri bukan karena dibayar. Dan andai saja sejak awal Zuhair agak sedikit serius, saya kira simpati dan dukungan warga Bulu Banjarjo terhadap dirinya akan besar. Namun, realitas berkata sebaliknya.[]wak


0 comments

Leave a Reply