APa
sih “Gowok’an” itu?? Pengertian dari “Gowok’an” adalah sebuah adat istiadat
yang dilaksanakan ketika seorang anak sudah bias berjalan. Adat istiadat
bernama “Gowok’an” ini diambil dari nama Gendok yang pecah, yang mana adat
istiadat bernama “Gowok’an” ini merupakan warisan budaya yang sampai saat ini masih
terjaga dan tetap dilaksanakan oleh semua masyarakat yang ada di desa Bulu dan
sekitarnya.
Dalam
acara adat-istiadat “Gowok’an” ini dilakukan beberapa profesi yaitu, yang
pertama kali dilakukan adalah orang tua si anak terutama para ibu memasak nasi
dengan lauk pauk berupa telur dadar, sambal petis, kuah santan yang memakali
daun kelor dan sayur labu yang biasa dinamakan masyarakat dengan sebutan kuah
menir. Makanan “Gowok’an”tersebut di bungkus dengan daun waru dan dibagikan kepada
seluruh masyarakat yang ada disekitar tempat tinggal si anak dan terutama untuk
saudara serta kerabat dari keluarga yang mempunyai hajat “Gowok’an” tersebut. Semua
orang yang menerima makanan dari “Gowok’an” dinamakan pembeli dan yang
mempunyai hajat dinamakan penjual. Untuk mereka para pembeli terdapat kewajiban
membayar dengan kereweng (Sebuah
Pecahan dari kwali yang terbuat dari tanah liat) yang harus di dapatkan untuk
membeli “Gowok’an” tersebut dan jika bagi calon pembeli tidak bisa mendapatkan
kereweng, maka mereka tidak bisa memperoleh makanan tersebut. Oleh karena itu,
biasanya masyarakat sebagai calon pembeli dalam acara “Gowok’an” ini, segera
berlarian kesana kemari demi memperoleh demi memperoleh pecahan kereweng yang
menjadi uang untuk pembeli makanan “Gowok’an” tersebut. Bagi mereka para
penjual diwajibkan menyediakan sebuah kwali yang terbuat dari tanah liatyang
biasa disebut masyarakat dengan nama gendok, itu digunakan sebagai wadah untuk
kereweng dari para pembeli. Dalam gendok itu berisi air dengan campuran kunyit.
Setelah
masakan dari makanan “Gowok’an” ini sudah matang, maka semua makanan tersebut ditempatkan
dalam wadah khusus yang masih tradisional antara lain : Nasi di taruh dalam
sebuah wadah yang biasa disebut masyarakat dengan nama wakul, kemudian kuah di
taruh di dalam wadah yang dinamakan ember/panic, kemudiatelurnya di iris-iris dan
ditaruh di nampan baik bundar maupun kotak, dan sambel petis ditaruh di cobek,
dan daun waru yang digunakan sebagai wadah nasi itu ditaruh dalam sebuah
keranjang. Setelah semuanya matang, maka makanan “Gowok’an” tersebut di taruh
dan disajikan di depan/ di samping rumah/ biasanya makanan tersebut di letakkan
di mbale dekat rumah.
Setelah
makanan “Gowok’an” itu dikeluarkan, anak-anak dan orang-orang baik tetangga
dekat maupun jauh (yang disebut dengan pembeli) datang semua untuk meminta nasi
“Gowok’an” tersebut kepada orang yang mempunyai hajat (yang disebut dengan
penjual). Setelah semua orang (para pembeli) mendapatkan makanan “Gowok’an”
tersebut, ada yang langsung di bawah pulang dan ada pula yang dimakan di depan
maupun di samping rumah orang yang mempunyai hajat (penjual) sambil menunggu
semua selesai makan, orang yang mempunyai hajat tersebut mengambil semua
kereweng yang sudah di sediakan para pembeli untuk di taruh dalam sebuah kwali yang
terbuat dari tanah liat yang biasa disebut masyarakat dengan nama “gendok”.
Dan
prosesi selanjutnya, setelah makanan “Gowok’an” itu habis semua, orang yang
mempunyai hajat (penjual) / ibu si anak wajib mencuci / mencelupkan kaki
anaknya ke dalm sebuah kwali yang di dalamnya da kereweng, air yang dicampur
dengan parutan kunyit, dan di kasih uang logam, minimal 2000 rupiah. Setelah kaki
anak di celupkan ke dalam gendok tersebut, kemudian gendoknya di pecah di
kerumunan banyak orang / para pembeli. Setelah itu banyak para pembeli berlari
untuk mendapatkan uang yang ada dalam gendok yang pecah tersebut. Dan prosesi
yang terakhir adalah udik-udikan, yaitu melempar beberapa uang ke kerumunan
orang, setelah semuanya tenang, prosesi ini baru dilakukan. Setelah semuanya
mengetahui, semua pembeli berdiri, baik di depan rumah maupun di kanan kiri
teras, kemudian orang yang melakukan hajat, baik ibu, si anak / nenek, membawa uang
logam yang di campur dengan parutan kunyit sambil berdiri di pintu, kemudian
setelah itu uang baru di lemparkan ke kerumunan orang yang ada disekitarnya,
dan orang-orang saling berlarian untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya,
sampai-sampai ada yang jatuh / terpeleset. Setelah acara udik-udikan ini
selesai, orang-orang / para pembeli kembali ke rumahnya masing-masing. [..] Catatan Salah Satu Anak mBulu
Pengadobsi Catatan : Cumpon
Pengadobsi Catatan : Cumpon
January 14, 2013 at 10:23 AM
karung gowo sarung ngenteni undi2an uang recehan lima ratusan...