Seperti
diketahui bersama Indonesia adalah salah satu Negara maritime dengan pantai
terpanjang sedunia, sehingga Potensi kelautan dan perikanan Indonesia juga
seharusnya besar. Menurut data yang kami dapatkan bahwa :
- Luas laut Indonesia 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayah RI dan panjang pantai 95.181 km, tapi Produk Domestik Bruto perikanan baru mencapai 2,2% - 2,6% per tahun.
- Potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, tapi nelayan masih miskin,
- Jumlah nelayan laut dan perairan umum 2.755.794 orang, tapi lebih dari 50% atau 1.466.666 nelayan berstatus nelayan pekerja dan sambilan tambahan.
Sebelum
membahas lebih jauh mengenai bagaimana upaya menciptakan kebijakan strategis
yang inovatif dengan terobosan yang efektif. Tentu saja hal ini dalam rangka
meningkatkan taraf hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat daerah pesisir.
Kita akan mengetahui lebih dahulu apa yang menyebabkan ketidaksejahteraan atau
kemiskinan dari masyarakat pesisir.
Kemiskinan
yang merupakan indikator ketertinggalan masyarakat pesisir ini disebabkan
paling tidak oleh tiga hal utama, yaitu (1) kemiskinan struktural, (2)
kemiskinan super-struktural, dan (3) kemiskinan kultural.
Kemiskinan
struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh faktor atau
variabel eksternal di luar individu. Variabel-variabel tersebut adalah struktur
sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan insentif atau disinsentif pembangunan,
ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan teknologi, dan ketersediaan
sumberdaya pembangunan khususnya sumberdaya alam. Hubungan antara
variabel-variabel ini dengan kemiskinan umumnya bersifat terbalik. Artinya
semakin tinggi intensitas, volume dan kualitas variabel-variabel ini maka
kemiskinan semakin berkurang. Khusus untuk variabel struktur sosial ekonomi,
hubungannya dengan kemiskinan lebih sulit ditentukan. Yang jelas bahwa keadaan
sosial ekonomi masyarakat yang terjadi di sekitar atau di lingkup nelayan
menentukan kemiskinan dan kesejahteraan mereka.
Kemiskinan
super-struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel kebijakan
makro yang tidak begitu kuat berpihak pada pembangunan nelayan. Variabel
superstruktur tersebut diantaranya adanya kebijakan fiskal, kebijakan moneter,
ketersediaan hukum dan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan yang diimplementasikan
dalam proyek dan program pembangunan. Kemiskinan super-struktural ini sangat
sulit diatasi bila saja tidak disertai keinginan dan kemauan secara tulus dari
pemerintah untuk mengatasinya. Kesulitan tersebut juga disebabkan karena kompetisi
antar sektor, antar daerah, serta antar institusi yang membuat sehingga adanya
ketimpangan dan kesenjangan pembangunan. Kemiskinan super-struktural ini hanya
bisa diatasi apabila pemerintah, baik tingkat pusat maupun daerah, memiliki
komitmen khusus dalam bentuk tindakan-tindakan yang bias bagi kepentingan
masyarakat miskin. Dengan kata lain affirmative actions, perlu
dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Kemiskinan
kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel yang
melekat dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya sulit untuk individu
bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak
diketahui oleh individu yang bersangkutan. Variabel-variabel penyebab
kemiskinan kultural adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, adat, budaya,
kepercayaan, kesetiaan pada pandangan-pandangan tertentu, serta ketaatan pada
panutan. Kemiskinan secara struktural ini sulit untuk diatasi. Umumnya pengaruh
panutan (patron) baik yang bersifat formal, informal, maupun asli (indigenous)
sangat menentukan keberhasilan upaya-upaya pengentasan kemiskinan kultural ini.
Penelitian di beberapa negara Asia yang masyarakatnya terdiri dari beberapa
golongan agama menunjukkan juga bahwa agama serta nilai-nilai kepercayaan
masyarakat memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap status sosial
ekonomi masyarakat dan keluarga.
Dari ketiga model kemiskinan yang
melanda masyarakat pesisir tampaknya ketiga-tiganya mempunyai kontribusi dalam
menyumbangkan penyebab kemiskinan bagi masyarakat pesisir. Untuk mengatasi hal
ini, tentu factor penyumbang terjadi kemiskinan tersebut harus dihentikan atau
dipotong. Dan untuk melakukan itu tidak cukup hanya membutuhkan peran dari satu
atau dua orang saja, karena elemen yang terlibat dalam proyek pemutusan rantai
ini ada banyak.
Kami akan mulai dari yang paling mudah
dalam penyelesaianya yaitu mengatasi
kemiskinan structural. Dalam mengatasi kemiskinan model ini tinggal
dilengkapi saja, apa yang menjadi kebutuhan daerah pesisir bangun
sarana-prasaranya. Namun dalam tataran aplikasi ternyata tidak semudah yang
dipikirkan, sebab dalam melakukan pembangunan pasti bergantung pada goodwill
dari aparatur ataupun pemegang tampuk kekuasan yang berwenang. Jadi bisa
dikatakan untuk menyelesaikan rantai yang ini masih perlu bergantung dengan
rantai berikutnya yaitu pada level super-struktural.
Untuk mengatasi level super-struktural
perlu adanya campur tangan dari pemerintah, sebab tidak bisa tidak hanya
pemerintahlah yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk melakukanya. Segala bentuk
kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini baik berupa
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan
memerlukan penyesuaian atau perubahan agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
yang lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Perubahan seperti ini
seiring dengan potensi Indonesia yang merupakan archipelago island.
Sebesar 2/3 wilayah RI merupakan perairan, dan banyak potensi kelautan serta
perikanan yang didapatkan dari perairan Indonesia.
Perlu adanya perubahan pola pikir
orientasi pembangunan dari daratan ke maritim (revolusi biru) dengan konsep
Minapolitan. Hingga kini, pembangunan di Indonesia masih terfokus pada daratan
dan kota-kota besar saja, Keberadaan kota-kota metropolitan baru membuat
potensi kelautan di Indonesia terkesampingkan. Apabila selama ini ada beberapa
wilayah pesisir yang berhasil dikembangkan, perekonomian masyarakat nelayannya
pun masih jauh dari sejahtera. Padahal jika mau dirunut sedikit lebih jauh
ketimpangan atau ketidak merataan dalam pembangunan akan menyebabkan
permasalahan lain yang muncul, Seperti: ketimpangan taraf ekonomi masyarakat, problem
mudik lebaran tiap tahun, pemukiman penduduk, dsb.
Minapolitan atau kota perikanan merupakan
peluang untuk membangkitkan ekonomi negara melalui pengembangan wilayah
pesisir. Tak hanya perikanan saja, Minapolitan juga mencakup pengembangan di
bidang industri pengolahan produk laut, pariwisata kelautan, pendidikan serta
pelayanan jasa, dll. Namun dari segi perencanaan, yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana pengembangan Minapolitan dapat menjadi salah satu upaya dalam
memperbaiki citra pedesaan daerah laut/pesisir. Banyak kawasan pesisir yang
mengalami pembangunan namun gagal dalam proses pengembangannya. Konsep
Minapolitan memang dirasa cukup ideal untuk mengangkat kawasan pesisir baik
dari segi ekonomi lokal maupun kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi jika dalam
pelaksanaanya terjadi ketidakseimbangan dalam kinerja tiap-tiap stakeholder,
maka konsep Minapolitan tersebut bisa jadi hanya berjalan sendiri, tanpa
beriringan dengan kebutuhan dasar masyarakat yang berada di dalamnya.
Untuk mengatasi rantai yang terakhir
yaitu level cultural, maka hal yang perlu diperhatikan adalah Sumber Daya
Manusianya. Yang menjadi obyek pengembangan dalam level ini adalah masyarakat. Masyarakat
perlu diubah cara pandang dari yang sebelumnya “merugikan”(relatif) kearah yang
menguntungkan, Dari taraf pendidikan yang rendah kearah yang lebih maju, Dari yang
tidak sadar kemudian disadarkan. Dan hal itu beberapa diantaranya dapat diatasi
dengan memberikan pembinaan kepada masyarakat, baik secara formal maupun
informal. Selain itu perlu adanya sinergi antar elemen masyarakat, misalnya
antara nelayan dengan para tengkulak tidak saling menjatuhkan, Antara nelayan
pemilik kapal dengan nelayan pekerja bisa bekerja sama dengan baik, dsb.
…..
#mungkin Cuma suatu bualan [...] Bisyrul
Sumber ; http://badaipesisir.blogspot.com/2012/10/kere-cuma-analisa-penyebab.html
October 2, 2012 at 6:25 PM
wah iki kurang afdhol wat, solusi pembentukan khilafah gak dimasukan,,ehehehe